Ungaran, 7 Maret 2025 – Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI (UNDARIS) kembali menggelar Stadium General, sebuah ajang akademik bagi mahasiswa untuk memahami urgensi pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) yang adaptif terhadap dinamika sosial. Dengan mengusung tema “Membangun Harmoni Sosial melalui Kurikulum PAI yang Responsif terhadap Keragaman”, acara ini menegaskan pentingnya integrasi nilai-nilai multikultural dalam pendidikan agama guna membangun masyarakat yang lebih inklusif.
Sejak pagi, suasana aula tempat berlangsungnya acara telah dipenuhi oleh peserta yang antusias. Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Bapak Moch Nasikhin, S.Kep., Nes., M.M., menciptakan atmosfer yang khidmat dan penuh keberkahan. Selanjutnya, seluruh hadirin dengan penuh semangat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya serta Mars UNDARIS, yang semakin mengobarkan semangat cinta tanah air dan dedikasi akademik.

Dalam sambutannya, Ketua Panitia, Ibu Dr. Uswatun Hasanah, M.Pd.I., menyampaikan harapan bahwa acara ini dapat memperkaya wawasan akademik mahasiswa dalam memahami kompleksitas kurikulum PAI di tengah masyarakat yang beragam. Sementara itu, Rektor UNDARIS menegaskan bahwa pendidikan agama yang inklusif dan adaptif merupakan elemen fundamental dalam menjaga harmoni sosial serta keberagaman di Indonesia.
Pendidikan Multikultural sebagai Pilar Harmoni Sosial
Sesi utama yang paling dinantikan adalah pemaparan dari para narasumber ahli. Pemateri pertama, Prof. Dr. Rahmadi, M.Ag., mengulas secara mendalam tentang pengembangan kurikulum PAI yang responsif terhadap keragaman. Beliau menekankan bahwa pendekatan multikultural dalam pendidikan agama bukan sekadar wacana, melainkan kebutuhan esensial dalam membangun masyarakat yang harmonis.
“Pendidikan multikultural adalah kunci dalam membangun masyarakat yang harmonis. Perbedaan bukan untuk dipertentangkan, tetapi untuk dipahami dan dihargai. Dalam Islam, nilai-nilai seperti perdamaian, kemanusiaan, persatuan, saling menghargai, dan kerja sama menjadi landasan utama dalam menciptakan kehidupan yang adil dan berkeadaban. Jika diterapkan dengan benar, pendidikan ini akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana dalam menyikapi keberagaman.” – Jelas Prof. Rahmadi M.Ag.
Beliau juga menegaskan bahwa kurikulum PAI yang responsif terhadap keberagaman harus berbasis pada pendekatan inklusif, kontekstual, serta mengedepankan nilai-nilai universal Islam yang menekankan perdamaian dan keadilan sosial.

Pemateri kedua, Dr. Ida Zahara Adibah, M.SI., membahas aspek strategis dalam membangun pendidikan berkeadaban serta peran guru PAI dalam masyarakat majemuk.
“Pendidikan multikultural dalam PAI menekankan pentingnya saling menghormati dan menghargai keberagaman suku, budaya, dan agama. Guru PAI berperan sebagai pendidik sekaligus agen perubahan dengan mengajarkan nilai-nilai inklusif, menyesuaikan metode pembelajaran, serta membentuk sikap positif siswa dalam lingkungan yang beragam. Melalui kurikulum berbasis multikultural, pendidikan agama tidak hanya menjadi sarana transfer ilmu, tetapi juga membangun kesadaran sosial dan sikap saling menghormati.” – Ulas Ibu Dr. Ida Zahara Adibah.
Menurutnya, kurikulum yang dirancang dengan perspektif multikultural dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih kondusif dan harmonis. Guru PAI harus memiliki kompetensi pedagogis yang adaptif serta mampu menjadi fasilitator dalam membentuk sikap inklusif di kalangan peserta didik.
Interaksi Dinamis dan Diskusi Kritis
Antusiasme peserta terlihat dari berbagai pertanyaan kritis yang diajukan dalam sesi diskusi yang dimoderatori oleh Dr. Imam Anas Hadi, M.SI. Salah satu pertanyaan menarik diajukan oleh Uswatun Chasanah, mahasiswi Pascasarjana PAI UNDARIS:
“Bagaimana sikap kita terhadap dikotomi antara akademisi atau saintis dengan figur publik? Mengapa orang berilmu sering kali kurang didengar dibandingkan dengan mereka yang memiliki posisi atau jabatan?”
Menanggapi hal tersebut, Prof. Rahmadi memberikan jawaban yang komprehensif:
“Sikap kita terhadap dikotomi ini haruslah berlandaskan pada pendidikan yang menghargai ilmu, kebijaksanaan, dan keberagaman. Akademisi harus terus berkontribusi dengan memberikan pencerahan kepada masyarakat, meskipun tantangannya adalah bagaimana ilmu yang disampaikan dapat lebih mudah diterima oleh publik.”
Selain itu, Bapak Nasikhin juga mengajukan pertanyaan menarik terkait dengan keberadaan misionaris di sekitar masyarakat Muslim:
“Bagaimana kita menyikapi keberadaan misionaris yang aktif di sekitar kita?”
Prof. Rahmadi menjawab dengan penuh kebijaksanaan:
“Islam mengajarkan umatnya untuk berinteraksi dengan penuh hikmah dan kasih sayang, tanpa harus terjebak dalam sikap keras atau konfrontatif. Pendidikan multikultural mengajarkan kita untuk tetap menjaga persaudaraan kemanusiaan tanpa kehilangan prinsip keyakinan kita.”
Sementara itu, Bapak Majnah, mahasiswa baru dari Cilacap, mengajukan pertanyaan yang cukup menarik:
“Bagaimana hukum memberi makan orang yang tidak berpuasa karena pekerjaannya atau pemahamannya? Apakah amalan ini berpahala jika dibandingkan dengan memberi makan orang yang berpuasa?”
Menjawab pertanyaan tersebut, Prof. Rahmadi M Ag. memberikan penjelasan sebagai berikut:
“Memberi makan kepada orang yang tidak berpuasa tetap merupakan sebuah kebaikan. Dalam Islam, memberi makan kepada orang lain adalah bentuk kepedulian sosial yang dianjurkan. Namun, jika dibandingkan dengan memberi makan orang yang berpuasa, tentu ada perbedaan dalam hal pahala. Namun, bukan berarti memberi makan kepada orang yang tidak berpuasa menjadi sia-sia. Kebaikan tetaplah kebaikan, sebagaimana kisah seorang wanita pendosa yang memberi minum seekor anjing yang kehausan. Karena kasih sayang dan kepeduliannya, Allah mengampuni dosa-dosanya. Dalam konteks pendidikan multikultural, hal ini mengajarkan kita untuk tetap berbuat baik kepada siapa pun, tanpa memandang latar belakang atau pemahaman seseorang.”
Testimoni Peserta
Sejumlah peserta memberikan tanggapan positif terkait pelaksanaan Stadium General ini, salah satunya datang dari Farida Nurul Khasanah, calon mahasiswa baru asal Magelang:
“Alhamdulillah, acara Stadium General kemarin berjalan dengan lancar. Pemaparan materinya cukup jelas dan baik. Terlebih lagi, pelayanannya juga sangat ramah dan responsif. Sangat membantu sekali bagi saya yang masih mahasiswi baru.”
Sementara itu, Fidy Vadhira asal Bogor, mahasiswi baru program Pascasarjana PAI UNDARIS asal Bogor, juga memberikan apresiasi:
“Saya sangat mengapresiasi acara ini. Materi yang disampaikan sangat relevan dengan tantangan yang kita hadapi di dunia pendidikan saat ini. Penjelasan dari para pemateri sangat jelas dan membuka wawasan baru, terutama dalam hal bagaimana menyikapi keragaman dengan bijaksana melalui kurikulum PAI yang responsif. Saya merasa lebih siap dan termotivasi untuk menjalani perkuliahan setelah mengikuti acara ini.”
Refleksi dan Penutupan
Menjelang akhir acara, suasana dipenuhi dengan refleksi mendalam tentang peran pendidikan agama dalam membangun harmoni sosial. Para peserta meninggalkan aula dengan semangat baru dan wawasan yang lebih luas tentang bagaimana kurikulum PAI yang adaptif dapat menjadi instrumen penting dalam memperkuat kehidupan sosial yang berkeadaban.
(Tri Widarti, S.Pd.I.)